Wednesday, 8 September 2010

Selingkuh Dari Kacamata Psikolog



Berikut adalah tulisan Sylvia Damayanti Amril, Guestblogger Blog Kopidangdut. Selamat menikmati.

Seputar Selingkuh
Selingkuh adalah kilasan blitz jepretan paparazzi yang menyilaukan, menjadi sorotan sesaat, serasa selebritas sejagad, indah namun sementara, efeknya gemerlapan namun membutakan. 
Penghayatan
Topik yang asyik untuk diulik-ulik. Selingkuh. Saya coba browsing di Internet. Banyak kepanjangan yang kreatif. Selingan Indah Keluarga Utuh, Selingan Indah Keluarga Runtuh. Lazimnya berarti :
-        hubungan romantis dengan yang bukan pasangan/pacar resmi.   
-        melakukan sesuatu tidak dalam koridor komitmen.
Sedangkan se.ling.kuh menurutversi  KUBI (Kamus Besar Bahasa Indonesia) keluaran 1991 berarti:
-        tidak berterus terang;
-        tidak jujur; suka menyembunyikan sesuatu untuk kepentingan sendiri;
-        curang;
-        serong.

Selingkuh memang nikmat kalau ia tidak mengikat dan tidak berhasil diungkap. Hidup jadi lebih berwarna dan bekerja juga lebih giat. Demikian pengakuan salah seorang penikmat perselingkuhan.  Ia mengaku sudah memiliki istri, dan pernikahan yang baik-baik saja meski sedikit bosan”, ia mengimbuhkan.
Selingkuh saatbelum menikah adalah wajar karena kita wajib mencari  pasangan yang paling tepat-tidak boleh meleset. Demikian yang diutarakan seorang teman lama saya –mahasiswa jurusan Psikologi.
Banyak pepatah yang bisa diutak-atik agar pas. Selama janur kuning belum terkembang. Masih banyak ikan di lautan. Dunia tidak selebar daun kelor. Cuplikan pepatah, sedikit terawangan dibumbui imajinasi tingkat tinggi maka hobinya bergonta-ganti pasangan wajib untuk dilakukan.
Selingkuh itu untuk jiwa-jiwa yang gelisah. Demikian komentar dari salah seorang teman—duda beranak satu. Sebelum kejadian menduda, ia sempat berujar selingkuh itu indah. Tapi lambat laun diralat seiring efek jera yang ia terima dari sang istri—perceraian akibat ketahuan berpacaran.  
Dampak
Lupa dengan pasangan sah, dengan komitmen yang telah dibuat, tidak berfikir akan efek jangka panjang seperti pertengkaran tidak berkesudahan, ketidakpercayaan, kekerasan, kesedihan, letupan kemarahan yagn dirasakan pasangan, anak, keluarga hingga tekanan sosial dari lingkungan masyarakat.  Efek bagi pasangan dan anak biasanya berbekas trauma yang mendalam. Bagi anak bahkan bisa mempengaruhi polanya berelasi dengan pasangan ketika beranjak dewasa.
Apapun penghayatan dan pembelajaran yang dirasakan anak saat kini apabila terakumulasi, tanpa perbaikan terhadap pandangan yang keliru dapat berakibat destruktif di masa mendatang.
Penyebab
Saya mencuplik alasan-alasan dari seorang psikolog Debbie Layton-Tholl yang melakukan penelitian tahun 1998 terhadap alasan-alasan terjadinya perselingkuhan di antara pasangan setelah sekian lama menikah.meskipun demikian, saya kira penyebab yang akan diutarakan juga relevan dalam konteks hubungan berpacaran.
Ketidakpuasan dalam suatu hubungan, disinyalir sebagai indikasi pertama terjadinya perselingkuhan. Mungkin benar kisah teman mahasiswa saya bahwa selama belum menikah, diperlukan eksplorasi hubungan secara vertikal dan horizontal. Maksudnya mari menyelami pribadi pasangan namun sekaligus memperluas jaringan perkenalan. Mengamati banyaknya dan berjenis-jenis ikan di lautan, memilah, membandingkan dan memilih.
Tapi jelas ada yang hilang juga dengan konsep tersebut. Tanpa suatu niat/maksud untuk mendewasakan diri, berupaya meningkatkan ambang toleransi kesabaran dan kejujuran, eksplorasi justru hanya menjadi pembiasaan yang akan berulang terjadi hingga kehidupan pernikahan.
Perkenalan adalah sesuatu yang akan terus dilakukan karena manusia pada hakikatnya adalah makhluk sosial. Justru dengan belajar menerima diri apa adanya, menyadari keterbatasan diri, memahami kelemahan orang lain, individu akan belajar bahwa manusia akan terus meminimalisir kelemahan diri sehingga ia otomatis dinamika perubahan dan ketidakpuasan akan terus terjadi,
 Problem pribadi di masa lalu dan kekosongan emosional dalam kehidupan pasangan adalah hal lain yang mungkin menjadi penyebab perselingkuhan. Hubungan yang tidak dilandasi rasa kasih sayang, didasari oleh nafsu semata tanpa rasa kepercayaan seperti sebuah menara dari kaca. Cantik tapi rapuh.
Riwayat kekerasan, perselingkuhan, pembedaan perlakuan terhadap jender dalam keluarga tertanam sebagai nilai, tidak terselesaikan dan diproyeksikan pada hubungan individu pada saat dewasa dengan pasangannya. Anak yang sering melihat ayahnya berselingkuh, dan sifat ibu yang nrimo bisa saja belajar menganggap perselingkuhan sebagai hal yang wajar.
Sulit menolak godaan dan kebutuhan mencari variasi hubungan ditengarai menjadi penyebab lainnya.  Efek jenuh, merasa hidup monoton, mendorong orang melakukan apapun untuk memvariasikannya, bahkan dengan berselingkuh.
Menggunakan pandangan logoterapi, hal utama yang harus dicaritahu dan yang tak bosan-bosannya diingatkan adalah : apa tujuan dan makna hidup kita?. Apakah berselingkuh layak diperjuangkan atau ia hanya sebuah pengunjung yang numpang bertandang di bilik amygdala?
Perselingkuhan mungkin saja tidak murni datang dari dalam diri, tapi juga karena faktor luar diri. Seperti lokasi domisili pasangan yang berjauhan, di bawah pengaruh obat-obatan bisa juga menguatkan peluang untuk berselingkuh. Tidak sedikit pula perselingkuhan yang terjadi di lingkungan kerja.  Disatukan oleh pekerjaan, kesamaan minat, kekaguman, ketertarikan akan penampilan dan disponsori oleh kontribusi waktu kerja yang cukup panjang, dapat mengubah rasa simpati menjadi keintiman yang tidak sepantasnya.
Namun ini kembali pada pandangan diri terhadap persoalan. Agar sebuah masalah dapat dipecahkan, maka rangkullah masalah itu bukannya diabaikan. Bukannya menganggap bahwa masalah tersebut adalah kesalahan lingkungan tapi kecilkan peran lingkungan tersebut dan ambillah porsi pengendalian dan tanggung jawab yang lebih besar atas perbuatan.
Hidup tidak sekedar karena dorongan instingtif dan dominansi emosi semata. Dorongan untuk membuat pasangan lebih menderita, lebih cemburu bisa membuat individu gelap mata hingga mencari jalan pintas agar tercipta suatu kepuasan semu. Puas pasangan merasakan penderitaan yang sama dengan diri dan senang pasangan cemburu.
Dorongan  impulsif dari seorang manusia adalah perasaan ketidakamanan (insecurity). Jauh di lubuk hati, setiap individu pelaku perselingkuhan dilingkupi rasa tidak aman, tidak nyaman dengan kondisi diri sehingga ia harus berulang kali diyakinkan, berulang kali harus dipuaskan agar ia merasa eksis dan dibutuhkan di dunia.
Saya tidak menyanggah pentingnya dorongan instingtif. Ia adalah mekanisme pertahanan diri terbaik pada saat terancam. Tapi jangan sampai ia tidak terkendali. Jiwa-jiwa yang gelisah itu akan terus bergentayangan apabila tidak dilakukan sesuatu untuk membenahi fondasi dasar dari kebermaknaan hidupnya dan kematangan emosinya.

*SDA ialah Ibu dari si kembar, pengasuh rubrik konsultasi kepegawaian di lingkungan kantor ane’

No comments:

Post a Comment